Kamu bilang pemandangannya jelek. Aku bilang tinggal bagaimana melihatnya. Ku bilang itu indah. Kau mempertanyakan alasannya. Ku jawab karena mataku terlanjur buta oleh bibir tipis bergincu itu ataukah mata hatiku yang keterlaluan mengkonsumsi wortel? Entahlah kamu sempurna sore itu. Gemericik hujan. Salah satu bulirnya menyambar pipiku. Terkesiap dan sadar, mukaku sudah menghujam meja ini selama beberapa menit. Kantuk, lelah dan rindu berkumpul dan bersekte.Jika terlanjur, mungkin ini akan menjadi bahasan tentang mimpi dan bunga-bunga yang lain. Bukan tentang meredeemm hati. Terimakasih bulir hujan.