Ternyata negeri ini gak puas dengan gejolak yang diberikan oleh alam. Disaat persatuan dan kesatuan dibutuhkan sebagai media pemerkuat bangsa. Di negeri Jakarta cicak dan buaya malah adu jotos. Logika yang gak jelas dan terkesan srampangan menjadi senjata dimasing-masing kubu. Lalu rakyat yang notabene pemegang saham terbesar harus bersikap seperti apa, ketika alat negeranya sendiri ternyata menampakkan kesan belum bijak dalam menyikapi sebuah persoalan. Cicak versus buaya. Tiba-tiba menjadi ikonik negeri ini untuk menggambarkan kemawutan yang terjadi didalam tubuh bangsa sendiri. Alat yang seharusnya diciptakan untuk bisa berkolaborasi cantik dalam menuntas persoalan penggemukkan perut pribadi. Malah seakan-akan saling menikam dan menghilangkan peran mereka satu sama lainnya.