Skip to main content

Piknik Ke Bulan

Siang. Panas.
Kota. Macet.
Trotoar.

Perut buncit. Muka kumal. Tubuh dekil. Dan bau badan yang kacau. Bertelanjang kaki melawan panasnya aspal. Diangkat jempol kakinya. Panas katanya. Sebatang rokok terselip ditelinga. Dihunus dan diciumi. Asap mengepul, berkabut asap, matanya yang merah diusap. Pedih katanya. Tak lepas menatap langit. Bocah itu menikmati kondisinya yang sekarang.


Gerobak sampah datang tak diundang.
Tubuh si bocah terjungkal, tersenggol.
Si bocah terpelanting ketika seorang pemuda berseragam sekolah, kocar-kacir dengan luka dikepalanya menubruknya sekita itu juga.
Tersungkur sudah ketika motor yang ditumpangi muda-mudi dibawah umur, tak terlalu keras menghamtam tubuh si bocah. Ku bilang jangan bikin geli kalo lagi jalan pake motor, teriak si lelaki.
Terjebak dikerumunan orang-orang hasil penjaringan atas nama ketertiban.

Menggaruk perut buncitnya. Melongok ke dalam celana pendeknya. Digaruk, dan tertawa. Geli. Sembari toleh kanan kiri. Bergegas lari ke bekas lobang pondasi Baliho raksasa yang terkuak karena rubuh. Diambilnya sepasang sandal jepit. Ditata rapi bersanding tak jauh dari tempat berdiri bocah itu. Puntung rokok dipelataran trotar dipungut lalu diselipkan ke daun telinga. 

Hmm... Tidak ada gerobak sampah terburu-buru sembarangan. Tidak ada tawuran. Menoleh ke jalan, jauh matanya mengamati, sepertinya aman tidak nampak motor mesum di kejauhan. Dan bapak-bapak berseragam itu bukan jam-nya mengemban tugas aturan raja kecil mereka. Aman. Dihunus sebatang rokok kretek yang terselip dikupingnya. Diciumi. Pinjem apinya, mas. Katanya. Sekejap saja asap rokok berkerumun dimulutnya. Pusshhh!!  Dihisap rokok itu dan kembali menatap langit.

Sodara perempuanku lagi piknik ke bulan, katanya. Bukan itu kata kakekku. Katanya lagi. Bulan panas gak mas? Diangkat jempol kakinya. Berjingkat! Mungkin tidak, emang kenapa? Sandal jepitnya lupa dibawa, sambungnya.

Eh mas, kenapa kata kakek, adik pikniknya ke bulan? Katanya. Entahlah. Di bulan emang ada kebon binatangnya? katanya. Tidak. Lalu? Tukasnya. Belum ada yang tertarik menanam Baliho raksasa di bulan, mungkin..., selesai.

Comments

Post a Comment

HALLLOOWW!!!

Popular posts from this blog

Ayam Kate Ceper

Kegandrungan masyarakat terhadap ayam hias akhir-akhir ini mulai menggeliat. Banyak alasan kenapa memilih ayam hias. Entah dari suara, bentuk ataupun warna ayam hias tersebut. Semua memiliki pesonanya sendiri-sendiri. Ayam kate adalah salah satu ayam hias. Hebatnya lagi Ayam Kate merupakan ayam hias asli milik Indonesia, bangga gak kita? Bangga dong! Mau tau sejarahnya cari aja di Google, banyak blog atau tulisan yang sudah mengulas tuntas tentang ayam kate . Disela hiruk pikuk ayam hias improt , ayam kate mencoba bertahan. Naik turunnya popularitas ayam kate sudah menjadi makanan sehari-hari bagi para peternak yang masih konsisten mencintai ayam kate (salut). Ayam kate ceper , nah perkembangan kesini ternyata isue ayam kate ceper menjadi fenomena sendiri. Entah imbas dari ayam kate Thailand atau Jepang, masyarakat pecinta kate saat ini mulai sadar bahwa ayam kate yang selama ini mereka pelihara adalah silangan dari kate disilang dengan srama atau biasa disebut Tema (kate s...

Cara Mengenali Ayam Kate Ceper Dengan Mudah

Cara mengenali ayam kate ceper dengan mudah . Bagi yang sudah berpengalaman memilihara ayam kate , tentu saja merupakan suatu hal yang mudah untuk mengenali ayam kate ceper. Namun bagi yang baru saja tertarik dengan ayam kate, tentu saja sering terjadi kesalahpahaman mengenai ayam kate ceper. Ceper identik dengan suatu hal yang pendek atau hampir menyentuh tanah. Begitu pula dengan ayam kate. Ceper melekat pada ayam kate dengan ukuran kaki yang sangat pendek. Pendek kaki ayam kate ceper adalah 3cm, yaitu dihitung dari tumit bagian belakang sampai dengan telapak kaki ayam tersebut. Yang kedua adalah dengan sekilas saja. Body atau tubuh ayam kate ceper cenderung hampir menyentuh tanah. Apalagi ketika mereka berjalan. Sangat terlihat sekali ayam kate ceper berjalan seperti merayap diatas tanah. Untuk lebih jelasnya berikut video tentang Ayam Kate Ceper di Kandang Temblok Menceng Jogja.

BUABI!

BABI! Wah kata yang satu ini emang, kudu, musti, harus, wajib, a must, dihindari. Apalagi dengan artikulasi yang tegas, jelas, lugas dan kecampur sedikit emosi yang gak pada tempatnya(emang emosi ngeliat tempat?). Kenapa? Nama binatang ngaten loh! dilontarkan ke muka orang. mending kalo kupu2, kunang2, siput laut to merak. Lha ini Babi yang notabene, terkait dengan hal2 yang jorok (bagi yang ngebayangin seperti itu), Haram (bagi yang memberlakukan seperti itu) dan struktur wajah yang gak banget (bagi yang beranggapan seperti itu). Heran, ternyata umpatan BABI masih ada ya. Apa masih jadi TOP LIST PISUHAN a.k.a. UMPATAN sepanjang masa? Buatku sih gak jadi soal, lha wong masih sesama makhluk hidup. BWAKAKAKKAKAK!! Tapi buatku bukan masalah ngumpatnya. Tapi kenapa harus BABI! Kenapa gak sendok, piring, lap meja, cangkul, to ganjal ban. Kan masih banyak tuh apa yang disebut benda. Yang gak bernyawa. Yang bukan karyaNYA. PISS! Tapi ada gak sih yg ngumpat SENDOK LO! DASAR SANDAL JEPIT! Jaran...