Bulan bunuh diri dibalik teralis awan. Malam tak urung terlelap. Kian mempesona bersenggama dengan desir angin barat. Mahkluk penghuni malam tergopoh-gopoh berlari, ketika derap kaki membuyarkan kasak-kusuk mereka tentang gelap dan kedahsyatan-kedahsyatannya.
Rintik hujan tak menghalangi derap langkah, tergesa-gesa menembus semak belukar dan pekatnya malam. Menyibak kebun dan pematang sawah. Menapaki jalan setapak. Dan jembatan kecil penghubung dua kebun ketela. Berpayung daun pisang dan langkah dibimbing oleh cahaya senter kecil.
Derap langkah itu kian dipercepat. Tak kala petir melahap sekejap malam. Menyilaukan awan. Dan suaranya memekik membelah kesunyian.
"Buruan gan..."
Rumah loji tua. Dibeberapa sudut, temboknya seakan rapuh termakan waktu. Jendela-jendela besar bukti kemegahan dimasalalu, hanya tinggal mitos. Bercerita sendiri seiring silih berganti perjalanan malam.
Terdengar dari kejauhan derap kaki itu kian mendekat. Sesekali berdecak kretak suara ranting kering terinjak.
"Sssstttt! Pelan-pelan bodoh!"
Tikus wirok berlari membelah ruang tengah. Ubin abu-abu tak nampak lagi kilaunya setelah ditinggal mati oleh pemiliknya 58 tahun yang lalu. Cermin tua nampak melamun memantulkan bayangan jendela besar. Bebauan malam teselip diantara lubang-lubangnya. Laba-laba bergeleyut disinggasananya. Menggulung rapi nyamuk yang terjerat jaring-jaring.
"Kamu simpan dimana dia?"
"Dikamar belakang gan.."
"Guoblok! Kenapa harus kamar belakang!!"
"Cari aman gan.."
"Bweh!"
Kemudian kedua orang itu melangkah meninggalkan ruang tengah. Menuju kamar belakang. Cahaya senter membantu mereka menemukan lorong penghubung ruang tengah dengan halaman belakang. Lorong itu gelap, dari tempat kedua orang itu berdiri, terlihat dikejauhan temaram malam menerangi halaman belakang. Dapur, kemudian kamar belakang.
"Aduh! Kenapa berhenti?"
"Gan kok perasaan saya tidak enak ya gan ya.."
"Kenapa?! Tumben kamu berperasaan, sekalinya berperasaan malah gak enak!"
"Beneran gan saya tidak bohong!"
"Iya tapi gak usah pake pegang-pegang lenganku! Ihhh lepasin gak tanganmu! Buset! Lepasin gak!!!"
"..."
"LEPASIN!!!"
Samar-samar wajah pintu-pintu kamar terkuak oleh cahaya senter. Pintu-pintu itu masih berada ditempatnya. Menutup rapat rahasia-rahasia yang tersimpan di masing-masing kamar. Kusen dan pintu terbuat dari kayu jati. Kokoh, tinggi meranggai langit-langit.
Langit-langit ruangan tak rapat lagi. Lobang disana sini. Gelap tak menyisakan cahaya untuk menembus kepekatannya. Kini semua terpaku diam tak berbisik. Sesekali decat decit engsel tua jendela kamar menderit oleh semilir angin dari halaman belakang. Berbaur lirih dengan suara...
Srekkk.. srekkk....
"Gan kau dengar itu??"
"Apa?"
"...."
Ruangan itu begitu gelap. Hanya cahaya senter yang berlarian. Menyapu setiap sudutnya.. Sesekali cahayanya di lempar keluar ruangan. Hanya cermin tua usang yang melekat di dinding tembok bersebelahan dengan pintu ruangan itu.
"Dimana kamu simpan barang itu"
"dilemari gan..."
"Hmmm.."
Srekkk.. srekkk
"kau dengar itu gan?"
"apa?"
"..."
Srekkk.. srekkk
"kau dengar itu?"
"iya gan..."
Cahaya senter dilempar keluar. Menyapu belukar yang tumbuh menjamur dihalaman belakang.
"Lupakan.. paling tikus atau ular"
"..."
Tiba-tiba Jangkrik terdiam. Raungannya seakan ditelan pengabnya udara ruangan itu. Dengung sayap-sayap nyamukpun seakan melambat. Pelan kemudian hilang dibalik kusen jendela tua. Cericit tikus yang bergedubrak diatas atap, tak terdengar lagi. Semua diam. Hanya desir angin dari halaman belakang. Derit jendela kamar tua. Derik gesekan daun dikebon sebelah. Dan suara lirih itu...
Srekkk... srekkkk...
"Gan.."
"Kemariin senternya!"
"Gan.. serius gan... ini.. ini..."
"Ini itu ini itu! Mana senternya! Aduh!"
"Aduh! Gan biar saya saja yang pegang..."
"Udah aku aja! Udah deh gak usah kamu umpetin! Sini! Siiniii.."
"Gak gan biar saya yang peg..."
"Sini! Nah hehehehehehe!"
"..."
"Heh? kenapa kamu?"
"Ini.. gak bener gan..."
"Apanya? Duh! Ni senter kenapa lagi! Tadi gak kamu beliin batere baru ya?"
"GANN!!"
"APA!! Duh! kok meredup gini sih!" PLOK! PLOK!
"Gan..."
"Nahhhh... Nyala deh... apa? Kamu tadi mau ngom...mong..."
Sebuah cermin besar tersemat didinding ujung lorong yang menghubungkan ruang tengah dan halaman belakang. Cermin yang terbingkai ukiran jati tua. Nampak berdebu. Kusam dan sudah termakan umur. Namun tidak menghalangi bayangan yang terpantul di cermin itu. Tiga orang berdiri menghadap tepat didepan cermin tua itu.
(Reposted From http://wawawuwiwowa.blogspot.com)
Rintik hujan tak menghalangi derap langkah, tergesa-gesa menembus semak belukar dan pekatnya malam. Menyibak kebun dan pematang sawah. Menapaki jalan setapak. Dan jembatan kecil penghubung dua kebun ketela. Berpayung daun pisang dan langkah dibimbing oleh cahaya senter kecil.
Derap langkah itu kian dipercepat. Tak kala petir melahap sekejap malam. Menyilaukan awan. Dan suaranya memekik membelah kesunyian.
"Buruan gan..."
Rumah loji tua. Dibeberapa sudut, temboknya seakan rapuh termakan waktu. Jendela-jendela besar bukti kemegahan dimasalalu, hanya tinggal mitos. Bercerita sendiri seiring silih berganti perjalanan malam.
Terdengar dari kejauhan derap kaki itu kian mendekat. Sesekali berdecak kretak suara ranting kering terinjak.
"Sssstttt! Pelan-pelan bodoh!"
Tikus wirok berlari membelah ruang tengah. Ubin abu-abu tak nampak lagi kilaunya setelah ditinggal mati oleh pemiliknya 58 tahun yang lalu. Cermin tua nampak melamun memantulkan bayangan jendela besar. Bebauan malam teselip diantara lubang-lubangnya. Laba-laba bergeleyut disinggasananya. Menggulung rapi nyamuk yang terjerat jaring-jaring.
"Kamu simpan dimana dia?"
"Dikamar belakang gan.."
"Guoblok! Kenapa harus kamar belakang!!"
"Cari aman gan.."
"Bweh!"
Kemudian kedua orang itu melangkah meninggalkan ruang tengah. Menuju kamar belakang. Cahaya senter membantu mereka menemukan lorong penghubung ruang tengah dengan halaman belakang. Lorong itu gelap, dari tempat kedua orang itu berdiri, terlihat dikejauhan temaram malam menerangi halaman belakang. Dapur, kemudian kamar belakang.
"Aduh! Kenapa berhenti?"
"Gan kok perasaan saya tidak enak ya gan ya.."
"Kenapa?! Tumben kamu berperasaan, sekalinya berperasaan malah gak enak!"
"Beneran gan saya tidak bohong!"
"Iya tapi gak usah pake pegang-pegang lenganku! Ihhh lepasin gak tanganmu! Buset! Lepasin gak!!!"
"..."
"LEPASIN!!!"
Samar-samar wajah pintu-pintu kamar terkuak oleh cahaya senter. Pintu-pintu itu masih berada ditempatnya. Menutup rapat rahasia-rahasia yang tersimpan di masing-masing kamar. Kusen dan pintu terbuat dari kayu jati. Kokoh, tinggi meranggai langit-langit.
Langit-langit ruangan tak rapat lagi. Lobang disana sini. Gelap tak menyisakan cahaya untuk menembus kepekatannya. Kini semua terpaku diam tak berbisik. Sesekali decat decit engsel tua jendela kamar menderit oleh semilir angin dari halaman belakang. Berbaur lirih dengan suara...
Srekkk.. srekkk....
"Gan kau dengar itu??"
"Apa?"
"...."
Ruangan itu begitu gelap. Hanya cahaya senter yang berlarian. Menyapu setiap sudutnya.. Sesekali cahayanya di lempar keluar ruangan. Hanya cermin tua usang yang melekat di dinding tembok bersebelahan dengan pintu ruangan itu.
"Dimana kamu simpan barang itu"
"dilemari gan..."
"Hmmm.."
Srekkk.. srekkk
"kau dengar itu gan?"
"apa?"
"..."
Srekkk.. srekkk
"kau dengar itu?"
"iya gan..."
Cahaya senter dilempar keluar. Menyapu belukar yang tumbuh menjamur dihalaman belakang.
"Lupakan.. paling tikus atau ular"
"..."
Tiba-tiba Jangkrik terdiam. Raungannya seakan ditelan pengabnya udara ruangan itu. Dengung sayap-sayap nyamukpun seakan melambat. Pelan kemudian hilang dibalik kusen jendela tua. Cericit tikus yang bergedubrak diatas atap, tak terdengar lagi. Semua diam. Hanya desir angin dari halaman belakang. Derit jendela kamar tua. Derik gesekan daun dikebon sebelah. Dan suara lirih itu...
Srekkk... srekkkk...
"Gan.."
"Kemariin senternya!"
"Gan.. serius gan... ini.. ini..."
"Ini itu ini itu! Mana senternya! Aduh!"
"Aduh! Gan biar saya saja yang pegang..."
"Udah aku aja! Udah deh gak usah kamu umpetin! Sini! Siiniii.."
"Gak gan biar saya yang peg..."
"Sini! Nah hehehehehehe!"
"..."
"Heh? kenapa kamu?"
"Ini.. gak bener gan..."
"Apanya? Duh! Ni senter kenapa lagi! Tadi gak kamu beliin batere baru ya?"
"GANN!!"
"APA!! Duh! kok meredup gini sih!" PLOK! PLOK!
"Gan..."
"Nahhhh... Nyala deh... apa? Kamu tadi mau ngom...mong..."
Sebuah cermin besar tersemat didinding ujung lorong yang menghubungkan ruang tengah dan halaman belakang. Cermin yang terbingkai ukiran jati tua. Nampak berdebu. Kusam dan sudah termakan umur. Namun tidak menghalangi bayangan yang terpantul di cermin itu. Tiga orang berdiri menghadap tepat didepan cermin tua itu.
(Reposted From http://wawawuwiwowa.blogspot.com)
lho mas, kwi awale 2 orang opo 3 orang?
ReplyDeletengerasa cuma 2 orang, tp kok tiba2 njedul 3 orang
*pucat*
jiancuk...mocoku jam setengah 12 wengi, cuuuk...
ReplyDelete*tapi di bukmerk*
wogh... ada tiga orang, koyo ning crito hari poter...
ReplyDeleteitu orang2 yg memiliki deathly hallows kan? (thinking)
kok isooo???
ReplyDeletebegitu berbuat langsung mbrojol???